CIREBON, (PRLM).- Seni batik Cirebon terancam punah, menyusul rendahnya minat generasi muda menjadi perajin batik. Hingga kini, pembatik Cirebon masih didominasi kalangan dewasa.
Salah seorang perajin batik asal Indramayu, Suharti mengungkapkan, anak-anak dan remaja di sekitar tempat tinggalnya tak lagi menaruh minat terhadap seni batik. Dari 20 orang karyawan yang bekerja untuknya, tak satupun yang berusia remaja.
"Sepertinya snak-anak sekarang sibuk sendiri dengan sekolahnya dan permainan lainnya. Sehingga mereka tidak lagi suka melihat ibu mereka membatik. Berbeda dengan zaman dulu," katanya saat mengikuti pameran batik dalam rangkaian Hari Jadi Ke-66 Provinsi Jabar di Gedung Negara Cirebon Kamis (21/7).
Selain pameran batik, digelar pula sunatan masal yang diikuti 100 anak dan pembagian paket sembako bagi 100 keluarga tidak mampu. Malam hari dilanjutkan dengan tabligh akbar yang diikuti Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, wali kota dan bupati se-Ciayumajakuning, ulama, maupun tokoh masyarakat, sekitar pukul 19.30 WIB. Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (BKPP) Cirebon Ano Sutrisno mengakui soal rendahnya minat generasi muda menjadi perajin batik.
Menurut Ano, kondisi tersebut merupakan tantangan terbesar eksistensi batik Cirebon saat ini. Selain regenerasi, katanya, eksistensi batik Cirebon juga menghadapi kendala di bidang infrastruktur. Kawasan sentra batik pada umumnya tidak memiliki akses jalan memadai atau sempit sehingga membatasi ruang gerak.
"Pemprov sebenarnya pernah hendak memperbaiki infrastruktur di kawasan sentra batik, seperti di Trusmi. Tapi warga sekitar malah keberatan kalau sebagian tanah mereka harus digusur. Kalaupun mau, mengajukan harga tinggi untuk pembebasan lahan," ujarnya.
Guna mengatasi kendala regenerasi, lanjutnya, pemerintah telah beberapa kali menggelar pelatihan-pelatihan membatik di sekolah. "Regenerasi memang menjadi salah satu kendala. Tapi kami mencatat, sejumlah sekolah di wilayah Cirebon, baik kota maupun Kabupaten Kuningan, Majalengka, dan Indramayu, melaksanakan kegiatan membatik, walaupun masih sebatas kegiatan ekstra kurikuler," katanya.
Meski mengakui banyak kendala dalam mempertahankan eksistensi membatik, Ano optimis, sejumlah langkah tersebut dapat mempertahankan eksistensi batik. Apalagi saat ini, lanjutnya, Pemprov Jabar telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 6 miliar untuk pembangunan pasar batik di Plered, Kabupaten Cirebon.
Pembangunan pasar batik yang saat ini sudah memasuki tahap pengurugan tanah, diharapkan menjadi solusi agar market batik lebih menggeliat di kawasan yang lebih representatif. (A-92/das)*** sumber : www.pikiran-rakyat.com
Salah seorang perajin batik asal Indramayu, Suharti mengungkapkan, anak-anak dan remaja di sekitar tempat tinggalnya tak lagi menaruh minat terhadap seni batik. Dari 20 orang karyawan yang bekerja untuknya, tak satupun yang berusia remaja.
"Sepertinya snak-anak sekarang sibuk sendiri dengan sekolahnya dan permainan lainnya. Sehingga mereka tidak lagi suka melihat ibu mereka membatik. Berbeda dengan zaman dulu," katanya saat mengikuti pameran batik dalam rangkaian Hari Jadi Ke-66 Provinsi Jabar di Gedung Negara Cirebon Kamis (21/7).
Selain pameran batik, digelar pula sunatan masal yang diikuti 100 anak dan pembagian paket sembako bagi 100 keluarga tidak mampu. Malam hari dilanjutkan dengan tabligh akbar yang diikuti Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, wali kota dan bupati se-Ciayumajakuning, ulama, maupun tokoh masyarakat, sekitar pukul 19.30 WIB. Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (BKPP) Cirebon Ano Sutrisno mengakui soal rendahnya minat generasi muda menjadi perajin batik.
Menurut Ano, kondisi tersebut merupakan tantangan terbesar eksistensi batik Cirebon saat ini. Selain regenerasi, katanya, eksistensi batik Cirebon juga menghadapi kendala di bidang infrastruktur. Kawasan sentra batik pada umumnya tidak memiliki akses jalan memadai atau sempit sehingga membatasi ruang gerak.
"Pemprov sebenarnya pernah hendak memperbaiki infrastruktur di kawasan sentra batik, seperti di Trusmi. Tapi warga sekitar malah keberatan kalau sebagian tanah mereka harus digusur. Kalaupun mau, mengajukan harga tinggi untuk pembebasan lahan," ujarnya.
Guna mengatasi kendala regenerasi, lanjutnya, pemerintah telah beberapa kali menggelar pelatihan-pelatihan membatik di sekolah. "Regenerasi memang menjadi salah satu kendala. Tapi kami mencatat, sejumlah sekolah di wilayah Cirebon, baik kota maupun Kabupaten Kuningan, Majalengka, dan Indramayu, melaksanakan kegiatan membatik, walaupun masih sebatas kegiatan ekstra kurikuler," katanya.
Meski mengakui banyak kendala dalam mempertahankan eksistensi membatik, Ano optimis, sejumlah langkah tersebut dapat mempertahankan eksistensi batik. Apalagi saat ini, lanjutnya, Pemprov Jabar telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 6 miliar untuk pembangunan pasar batik di Plered, Kabupaten Cirebon.
Pembangunan pasar batik yang saat ini sudah memasuki tahap pengurugan tanah, diharapkan menjadi solusi agar market batik lebih menggeliat di kawasan yang lebih representatif. (A-92/das)*** sumber : www.pikiran-rakyat.com