Berita, NEW YORK – Merayakan sejarah kebebasan dan pemikiran liberal di kalangan Muslim, sebuah buku baru akan dirilis awak pekan depan di Amerika Serikat (AS). Buku itu memaparkan gambaran bagaimana sejarah Islam selalu mendukung kebebasan beragama dan toleransi.
"Namun faktanya begitu banyak negara Arab yang dijalankan oleh pemerintah diktator hingga memperkuat mitos bahwa itulah satu-satunya tipe pemerintahan yang dapat dihasilkan negara tersebut," ujar seorang jurnalis di Turki, Mustafa Akyol, penulis buku tersebut, Kamis (14/7).
"Revolusi-revolusi yang baru saja terjadi menunjukkan bahwa itu salah."
Mengusung judul “Islam Without Extremes: A Muslim Case for Liberty," buku itu akan dirilis di AS pada 18 Juli nanti. Publikasi karya Akyol yang membawa tema demokrasi dalam Islam dinilai dilakukan pada saat yang tepat, ketika Mesir masih berupaya mereformasi diri, saat perang sipil merobek di Libya, pertikaian di Yaman a, serta kerusuhan di Suriah.
Mencerminkan gambaran revolusi yang meletus di negara-negara Arab--yang dijuluki penulis Arab Spring (Musim Semi Arab)--buku itu ingin bertutur kepada pembaca bahwa sebenarnya ada sejarah panjang antara kebebasan dan dunia Islam.
Gambaran mengenai ribuan orang yang turun ke jalan-jalan menyerukan kebebasan, dipandang mewakili pemahaman baru terhadap Islam di barat, yang selama ini diasosiasikan dengan terorisme dan kekerasan.
Dalam bukunya, Aykol berargumen akar Islam dari dulu selalu mendukung kebebasan dan toleransi. Ia juga mengungkap kembali kisah-kisah sejarah Muslim ketika mereka lebih terbuka ketimbang Eropa dan Kristiani dan menggarisbawahi sejumlah pemikiran progresif para ilmuwan Muslim dari sejarah Islam.
Tak ketinggalan ia menyinggung toleransi beragama di bawah kepemimpinan Muslim, yang sudah menjadi tradisi zaman kenabian. Pada abad ke-7 di Madinah misal, menurut Aykol, Yahudi diizinkan untuk melakukan ibadah secara terbuka di bawah perlindungan penguasa Muslim.
Rakyat di Suriah, Yaman dan negara-negara lain yang tengah memperjuangkan demokrasi, menurut Aykol, dapat mengambil inspirasi dan belajar dari sejarah itu.
Ia juga menawarkan gagasan bahwa ide-ide terkait pemerintahan yang berasal dari cendikiawan Muslim abad ke-10, Al Farabi, yang menurutnya masih sangat relevan dan identik dengan demokrasi modern saat ini.
Ia berharap ide-ide gaya lama tentang Islam tidak akan menahan wajah tren demokrasi yang berkembang cepat saat ini. "Sejak lama, demokrasi ditolak mentah-mentah oleh intelektual Muslim, namun kini waktunya berubah," ujarnya. "Kini ada lebih banyak sikap terbuka dan timbul pemahaman bahwa demokrasi bisa konsisten dengan nilai-nilai Islam."
Perilisan yang dilakukan di tengah revolusi yang belum usai di Yemen, Libya dan Suriah, menjadikan buku itu sebagai salah satu sumber pandangan bagi barat mengenai pemikiran Muslim
Buku itu juga membantah anggapan barat bahwa versi pemerintah diktator yang digulingkan akan digantikan dengan versi radikal. "Dengan buku ini saya ingin memberi amunisi kepada Muslim liberal di penjuru dunia untuk berargumen bahwa Islam mendukung kebebasan, bukal totalitarianisme," tegas Aykol
sumber : www.republika.co.id