Banyak cara dan ragam serta adat istiadat yang dilakukan masyarakat di penghujung bulan Syakban untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Kegiatan, ini tidak pernah terlewatkan begitu saja oleh sebagian masyarakat seperti ziarah kubur, nganteuran rantang, atau silaturrahmi mengunjungi sanak famili.
Sedangkan kegiatan makan bersama di berbagai daerah berbeda istilah. Di Cianjur lebih dikenal sebutan papajar. Tradisi membawa berbagai makanan dan lauk-pauk yang beragam, kemudian mereka saling berbagi untuk menikmatinya. Biasanya makanan yang mereka nikmati bukan makanan yang mahal-mahal.
Acara ini menjadi ajang untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan atas kekhilafan yang pernah dilakukan, agar pada waktu puasa tidak terbebani dengan rasa bersalah kepada orang lain. Bahkan tidak sedikit acara ini disertai dengan taushiyah dan berdoa bersama.
Papajar biasa dilakukan sebagian para ulama Cianjur dulu. Para ulama dari berbagai pelosok Cianjur pada akhir bulan Syakban datang ke Masjid Agung atau lebih dikenal dengan sebutan Kaum untuk mengetahui kapan puasa Ramadan dimulai. Informasi tentang awal puasa ini nantinya disampaikan kepada umat di daerahnya.
Terkait kegiatan tersebut Kepala Kantor Kementerian Agama Jawa Barat, Drs. H. Saeroji kepada "GM", Jumat (30/7), di ruang kerjanya menyatakan, banyak hikmah yang diambil dari dari ragam aktivitas masyarakat menjelang setiap bulan suci Ramadan.
"Kegiatan dan cara yang dilakukan masyarakat tetap harus dipelihara tak lain untuk lebih meningkatkan diri kepada Allah Swt," kata Saeroji.
Menurutnya, adanya kegiatan tersebut yang kini jarang ada, namun harus tetap dipelihari mengingat mempunyai nilai syiar tersendiri sekaligus untuk lebih meningkatkan rasa saling memiliki sekaligus untuk menambah amal ibadah menjelang Ramadan dan saat Ramadan terus meningkat. Oleh karenanya, adanya kegiatan ziarah, makan bersama, dan saling bersilaturahmi tentu harus tetap dipelihara sekaligus untuk menambah amal ibadah yang dilakukan.
Hal senada disampiakan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Jawami, Cileunyi, Kab. Bandung, KH. Imang Abdul Hamid menyatakan, kegiatan ritual menjelang Ramadan di masyarakat seperti nyekar, kirim rantangan, dan mengunjungi keluarga sangat baik untuk mempertebal keimanan di bulan suci Ramadan. Kegiatan tersebut juga sangat baik dan harus dipelihara oleh ummat Islam.
Sedangkan salah seorang ketua MUI Jawa Barat, K.H. Miftah Faridl mengajak agar momen seperti itu tetap harus dipertahankan untuk menambah amaliah sebelum Ramadan. Sedangkan, di bulan suci Ramadan ummat Islam harus senantiasa mengisi berbagai kegiatan amaliah Ramadan yakni makan sahur, salat berjamaah, tadarus Alquran atau mengisi kegiatan amaliah lainnya. (a.r.rohim/"GM")**
Kegiatan, ini tidak pernah terlewatkan begitu saja oleh sebagian masyarakat seperti ziarah kubur, nganteuran rantang, atau silaturrahmi mengunjungi sanak famili.
Sedangkan kegiatan makan bersama di berbagai daerah berbeda istilah. Di Cianjur lebih dikenal sebutan papajar. Tradisi membawa berbagai makanan dan lauk-pauk yang beragam, kemudian mereka saling berbagi untuk menikmatinya. Biasanya makanan yang mereka nikmati bukan makanan yang mahal-mahal.
Acara ini menjadi ajang untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan atas kekhilafan yang pernah dilakukan, agar pada waktu puasa tidak terbebani dengan rasa bersalah kepada orang lain. Bahkan tidak sedikit acara ini disertai dengan taushiyah dan berdoa bersama.
Papajar biasa dilakukan sebagian para ulama Cianjur dulu. Para ulama dari berbagai pelosok Cianjur pada akhir bulan Syakban datang ke Masjid Agung atau lebih dikenal dengan sebutan Kaum untuk mengetahui kapan puasa Ramadan dimulai. Informasi tentang awal puasa ini nantinya disampaikan kepada umat di daerahnya.
Terkait kegiatan tersebut Kepala Kantor Kementerian Agama Jawa Barat, Drs. H. Saeroji kepada "GM", Jumat (30/7), di ruang kerjanya menyatakan, banyak hikmah yang diambil dari dari ragam aktivitas masyarakat menjelang setiap bulan suci Ramadan.
"Kegiatan dan cara yang dilakukan masyarakat tetap harus dipelihara tak lain untuk lebih meningkatkan diri kepada Allah Swt," kata Saeroji.
Menurutnya, adanya kegiatan tersebut yang kini jarang ada, namun harus tetap dipelihari mengingat mempunyai nilai syiar tersendiri sekaligus untuk lebih meningkatkan rasa saling memiliki sekaligus untuk menambah amal ibadah menjelang Ramadan dan saat Ramadan terus meningkat. Oleh karenanya, adanya kegiatan ziarah, makan bersama, dan saling bersilaturahmi tentu harus tetap dipelihara sekaligus untuk menambah amal ibadah yang dilakukan.
Hal senada disampiakan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Jawami, Cileunyi, Kab. Bandung, KH. Imang Abdul Hamid menyatakan, kegiatan ritual menjelang Ramadan di masyarakat seperti nyekar, kirim rantangan, dan mengunjungi keluarga sangat baik untuk mempertebal keimanan di bulan suci Ramadan. Kegiatan tersebut juga sangat baik dan harus dipelihara oleh ummat Islam.
Sedangkan salah seorang ketua MUI Jawa Barat, K.H. Miftah Faridl mengajak agar momen seperti itu tetap harus dipertahankan untuk menambah amaliah sebelum Ramadan. Sedangkan, di bulan suci Ramadan ummat Islam harus senantiasa mengisi berbagai kegiatan amaliah Ramadan yakni makan sahur, salat berjamaah, tadarus Alquran atau mengisi kegiatan amaliah lainnya. (a.r.rohim/"GM")**