Oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Di bulan ini, Dzulhijjah, sosok Nabi Ibrahim Alaihis Salam (AS) pasti akan kembali dibicarakan. Itu karena di bulan ini ada dua syariat peribadatan yang tidak terlepas dari sosok agung ini, yaitu pelaksanaan ibadah haji dan kurban. Selain dikenal sebagai salah seorang rasul ulul azmi (yang memiliki keteguhan), beliau juga sering disebut sebagai Khalilullah (kekasih Allah) dan Abul Anbiya (bapaknya para nabi).
Perjalanan hidup manusia termulia setelah Nabi Muhammad SAW ini adalah sebuah perjalanan peneguhan tauhid. Ketaatan dan keimanan luar biasa yang dihadirkan oleh ayah dari dua nabi dengan dua ibu yang berbeda, yaitu Nabi Ismail (dari bunda Hajar) dan Nabi Ishaq (dari bunda Sarah) Alahimus Salam, ini adalah sesuatu yang berat ditunaikan oleh manusia pada umumnya. Sebuah keteladanan yang mesti kita serap dalam kehidupan kita.
Nabi Ibrahim selalu berpijak di atas kebenaran dan tak pernah berpaling meninggalkannya. Posisinya dalam agama sangat tinggi (seorang imam) dan selalu total dalam mengabdi. Beliau pun tak pernah lupa mensyukuri segala nikmat-Nya (QS an-Nahl: 120-121).
Nabi Ibrahim merupakan sosok pembawa panji-panji tauhid. Perjalanan hidupnya sarat dengan dakwah kepada tauhid dan segala liku-likunya (QS al-Mumtahanah: 4-5). Beliau selalu mengajak umatnya kepada jalan Allah serta mencegah mereka dari sikap taklid buta terhadap ajaran sesat nenek moyangnya (QS al-Anbiya: 52-58). Allah SWT memilihnya dan menunjukinya ke jalan lurus serta mengaruniakannya segala kebaikan dunia dan akhirat (QS an-Nahl: 121-122). Bahkan, Allah SWT mengangkatnya sebagai khalil (kekasih). (QS an-Nisa: 125).
Perjalanannya merupakan cermin pendidikan keagamaan yang disampaikan orang tua terhadap anak cucunya (QS al-Baqarah: 132). Bahkan, Nabi Ibrahim AS senantiasa berdoa dan memohon kepada Allah SWT untuk kesalehan anak cucunya (QS Ibrahim: 35 dan 40).
Perjalanan hidupnya juga mengandung pelajaran berharga bagi para anak, karena beliau adalah seorang anak yang amat berbakti kepada kedua orang tuanya dan selalu menyampaikan kebenaran kepada mereka dengan cara yang terbaik (QS Maryam: 42-45). Ketika sang bapak, Azar, sang pembuat patung Tuhan, menyikapinya dengan keras, Nabi Ibrahim tetap santun dan berdoa untuk kebaikan ayahnya (QS Maryam: 47).
Kisah Nabi Ibrahim AS juga mengandung pelajaran berharga bagi seorang ayah kepada anaknya bahwa selalu ada ruang untuk berpendapat atas setiap keputusan sang kepala rumah tangga kepada anak-anaknya. Perintah langsung Allah untuk menyembelih sang anak diberinya ruang berpendapat bagi anaknya (QS as-Saffat: 102).
Perjalanan hidup sang pencetus agama hanif ini adalah juga edukasi berharga bagi para suami istri. Asas membina kehidupan rumah tangga tidak lain di atas keridaan perintah Allah SWT. Hal ini tecermin dari dialog antara Nabi Ibrahim dan istrinya yang bernama Hajar, ketika Nabi Ibrahim membawanya beserta anaknya ke Kota Makkah yang masih tandus dan belum berpenghuni atas perintah Allah SWT. "Apakah Allah yang memerintahkanmu berbuat seperti ini?' Ibrahim menjawab, 'Ya.' Maka (dengan serta-merta), Hajar mengatakan, 'Kalau begitu Dia pasti (Allah) tidak akan menyengsarakan kami'." (Lihat Shahih Bukhari, No 3364).
sumber : www.republika.co.id