Oleh: Muhammad Fatih
Menjaga lisan, adalah sebuah amal ibadah, yang memiliki ganjaran yang amat besar. Simaklah hadis Rasulullah SAW ini, "Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga”.
Lihatlah, perhatikanlah, renungkanlah.
Menjaga apa yang ada di antara dua janggutnya berarti lisan kita ini. Apa balasan dari menjaga lisan? Jaminan surga! Subhanallah. "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam.” (Al Hadis).
Sebenarnya, ada sebuah alasan menarik di sini, mengapa lisan ini menjadi begitu penting untuk dijaga. Kita tahu, lisan akan melahirkan sesuatu bernama ‘kata’. Kumpulan kata demi kata yang diucapkan akan membentuk sebuah kalimat. Sebuah kalimat, memiliki kekuatan untuk mempengaruhi, baik itu menjatuhkan, ataupun menggugah semangat.
Kita bisa lihat pada diri Rasulullah. Tatkala terlontar sebuah kata, ataupun kalimat kebaikan, maka serta-merta pendengarnya akan tersentuh. Kata-kata beliau singkat, namun memiliki makna yang mendalam. Kalimatnya penuh dengan kearifan, pengetahuan, dan kebijaksanaan spiritual. Kita juga dapat menilik kehebatan sebuah kata pada zaman sekarang. Lihatlah, sebuah kabar dari mulut ke mulut dapat menghancurkan reputasi seseorang.
Allah Berfirman, “…Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat…”(QS Al-Baqarah: 83). Perintah bertutur kata yang baik ini bahkan disandingkan dengan perintah mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Berarti, sebegitu pentingnya menjaga lisan ini.
Sedangkan pada era globalisasi ini, dapat kita lihat, ghibah menjadi program yang digemari. Ejekan dan caci maki menjadi komoditi utama dalam acara-acara lawakan (walaupun mungkin hanya bermaksud untuk bercanda). Kata-kata hina dan umpatan menjadi perkataan lumrah bagi masyarakat kita. Padahal, semua ucapan kita akan dicatat oleh malaikat (silakan cek QS Qaaf: 18).
Maka, inilah pengaruh akibat kata-kata buruk tadi. Lihatlah moral pemuda kita, lihatlah akhlak masyarakat kita. Pada masa kejayaan Islam, ulama-ulama kita sangat menjaga adab dalam berkata ini. Mereka juga banyak menelurkan kata-kata motivasi dan hikmah. Orang-orang sukses dan besar, selalu memiliki kata-kata motivasi dan hikmah.
Inilah yang perlu kita benahi Saudaraku. Orang yang berakal adalah orang yang lisannya berada di belakang hatinya. Tiap kali ia ingin berkata, ia selalu bertanya pada hatinya,”Bermanfaatkah kata yang kuucapkan ini?”
Penulis adalah sahabat Republika Online
sumber : www.republika.co.id