GUNUNGHALU,(GM)-
Perempuan asal Kp. Celak Kaler, RW 09, Desa Celak, Kec. Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang tergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) Desa Celak berhasil menciptakan motif batik tulis yang diberi nama Sanghyang Sri Dewi. Motif batik ini diciptakan 24 perempuan yang semuanya ibu-ibu rumah tangga.
Motif batik Sanghyang Sri Dewi menggambarkan motif padi lengkap dengan daunnya. Harga batik tulis ini cukup mahal yakni Rp 350.000 per potong dengan ukuran 2,24 meter. Pasarannya pun sangat terbatas, yakni masih seputaran Kec. Gununghalu.
Perajin batik di Desa Celak, Kec. Gununghalu memang masih sangat asing di telinga. Berbeda ketika menyebut batik asal Kab. Garut, pasti langsung ingat batik garutan. Begitu pun dengan Kab. Tasikmalaya memiliki batik Sukapura, baik tulis maupun cetak.
Batik Sanghyang Sri Dewi memang belum sepopuler motif batik yang sudah terlebih dahulu berkembang. Maklum, baru pada bulan Juni lalu, ibu-ibu di Gununghalu ini belajar membatik.
Keterampilan membatik dari para ibu rumah tangga ini tidak lepas dari program yang digulirkan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Sanggar Kegiatan Belajar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) KBB di lokasi P2WKSS. Sedangkan P2WKSS sendiri merupakan program kerja Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) KBB.
Prestasimengembangkan batik tulis itulah yang menjadikan Desa Celak mewakili KBB pada lomba P2WKSS tingkat Jawa Barat. Pada acara penilaian akhir lomba P2WKSS dari Tim Evaluasi Akhir P2WKSS Jabar, Selasa (8/11), dihadiri Bupati Bandung Barat Abubakar, Wakil Bupati Ernawan Natasaputra, Kepala BPPKB Dodo Suhendar, Ketua Tim Evaluasi Akhir P2WKSS Provinsi Jabar Sri Asmawati Kusumawardanii, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan, BPPKB KBB, Nur Julaeha, dan tamu undangan lainnya.
Guru dari Banyumas
Ketua Pokja P2WKSS Celak, Yeyen Nuryeni (50) mengatakan, keterampilan membatik yang dikuasai ibu-ibu rumah tangga ini didapatkan dari dua orang perajin batik asal Banyumas, Jawa Tengah. Hanya satu minggu para ibu rumah tangga ini mendapat pendidikan membatik.
"Awalnya, batik tulis yang dibuat masih bermotif khas Banyumas. Kita mulai belajar dari menjiplak gambar, mencanting, memberi warna, sampai merebus. Setelah mendapat pembekalan ilmu membatik, mulailah terpikir untuk menciptakan motif sendiri. Setelah melalui berbagai proses, akhirnya dipilih motif Sanghyang Sri Dewi. Pemilihan motif ini disesuaikan dengan kondisi lingkungan Celak yang sebagian besar lahan pertanian.
Sanghyang Sri Dewi sendiri adalah Dewi Sri atau dewi padi," paparnya.
Salah seorang perajin batik, Yeti Rohaeti (24), warga Kp. Celak Kaler mengatakan, keterampilan membatik yang didapatnya bisa membantu penghasilan keluarga. Apalagi, suaminya yang bekerja di Bekasi berpenghasilan pas-pasan. Sedangkan dua anaknya membutuhkan tambahan biaya seiring usianya yang terus bertambah.
"Tadinya, saya sama sekali tidak memiliki keterampilan membatik. Maklumlah saya hanyalah tamatan sekolah majelis (setingkat SMP, red).
Sebagai ibu rumah tangga, bisanya ya mengurus rumah tangga. Tapi sekarang alhamdulillah semuanya berubah, saya memiliki penghasilan sendiri, meski masih minim," kata Yeti.
Bupati Bandung Barat Abubakar mengungkapkan, sebenarnya KBB memiliki potensi batik yang bisa dikembangkan menjadi aset daerah. Sebelum lahir perajin batik di Desa Celak, terlebih dahulu dikenal batik Lembang.
"Sekarang batik sudah menjadi pakaian wajib bagi PNS KBB yang digunakan tiap Kamis dan Jumat. Hanya saja batik yang digunakan bukan batik khas KBB. Untuk ke depannya pasti kita akan gunakan batik KBB. Mudah-mudahan pada saat peringatan hari jadi KBB sudah bisa ditetapkan motif batik khas KBB," harap Abubakar. (B.104)** koran galamedia Rabu, 09 November 2011