TRIBUN PEKANBARU/MELVINAS PRIANANDA Ilustrasi YOGYAKARTA, KOMPAS — Rasio elektrifikasi penggunaan energi listrik di Indonesia baru 67 persen. Artinya, 33 persen rumah tangga di Indonesia belum teraliri listrik."Dari 67 persen yang sudah teraliri listrik, sekitar 80-90 persen berada di Pulau Jawa. Sementara di luar Jawa rata-rata hanya 50 persen, bahkan ada yang kurang, seperti di Nusa Tenggara Timur, Papua, Maluku, dan Sulawesi, ada yang baru 30 persen yang sudah teraliri listrik," kata Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ketenagalistrikan, Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ir Munir Ahmad, Jumat (13/5/2011) di Yogyakarta.Menurut Munir, terjadinya ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan energi listrik ini antara lain disebabkan oleh perbedaan antara pertumbuhan konsumsi energi listrik dan pembangunan sumber energi listrik. "Konsumsi energi listrik nasional tumbuh sekitar 7 persen per tahun, sedangkan pembangunan pembangkit listrik Indonesia, termasuk infrastrukturnya, hanya 2-3 persen per tahun. Itu pun kebanyakan masih mengandalkan energi fosil," tutur Munir.Selain pemerataan, pembangunan pembangkit listrik merupakan langkah mendesak yang harus dilakukan. Terkait hal itu, pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan harus diprioritaskan. Di samping itu, paradigma tentang energi baru dan terbarukan sebagai energi alternatif harus diubah, dari sebagai energi alternatif menjadi energi bersih."Kalau masih disebut sebagai energi alternatif, ya, akan terus jadi alternatif dan bukan utama. Maka, sebutan itu kami ganti menjadi energi bersih," papar Munir.Munir mencontohkan beberapa program yang telah dilakukan sehubungan dengan penggunaan energi baru dan terbarukan itu, antara lain program listrik pedesaan, interkoneksi pembangkit energi terbarukan, program pengembangan biogas, hingga program desa mandiri yang sudah banyak dijumpai di sejumlah tempat di Indonesia.Baca juga: Camat Datangi Wartawan