FERGANATA INDRA RIATMOKO Sejumlah petani menampi gabah yang baru saja dipanen. CIREBON, KOMPAS - Hujan yang terus turun di sejumlah wilayah di Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, membuat rendemen gabah petani di daerah itu turun pada panen kali ini. Kadar air yang tinggi juga mengakibatkan gabah petani berkualitas rendah dan tidak diterima oleh Bulog. Kondisi itu seperti dialami oleh petani di Kecamatan Kapetakan, Cirebon dan Kecamatan Krangkeng, Indramayu, Selasa (3/5/2011) . Kedua daerah itu hingga awal Mei ini masih diguyur hujan. Hujan deras selama tiga hari terakhir ini memaksa petani memanen padi dalam kondisi sawah yang tergenang. Wasta (65), petani di Kampung Kedaton, Desa Kapetakan, Kecamatan Kapetakan , Cirebon, menuturkan, 4,5 ton gabah basahnya belum bisa dibawa ke penggilingan karena kadar airnya masih tinggi. Padahal, sudah empat hari ini gabah dijemur. Dari penampakan luar, gabah milik Wasta itu warna kulitnya suram dan hampir kehitam-hitaman. "Kalau dipanen pada musim hujan dan tidak ada panas, gabah jadi tidak bening dan kualitasnya turun karena lebih banyak air. Kalau pun laku, harganya pasti turun," ungkap bapak dua anak itu. Kadar air yang tinggi ini menyebabkan sebagian gabah Wasta juga sampai bertunas. Tunas yang muncul dari gabah itu mencapai 1 centimeter (cm) . Dalam kondisi seperti itu gabah tidak boleh disimpan terlalu lama di dalam gudng karena bisa membusuk. Wasta mengatakan, gabah miliknya itu kemungkinan dihargai paling tinggi Rp 2.700 per kilogram (kg). Padahal menurut ketentuan harga pembelian pemerintah (HPP), gabah kering giling (GKG) dihargai Rp 3.300 per kg. "Gabah seperti ini tidak bisa dihargai mahal karena kualitasnya buruk. Kalau digiling, hasil berasnya pun remuk," ungkapnya. Kondisi tidak jauh berbeda dialami Asni (59), warga Desa Tanjungpura, Kecamatan Krangkeng, Indramayu. Dari 12 kuintal gabah yang dimilikinya, kini tersisa delapan kuintal lagi yang belum kering. G abah itu dijemur di jalan raya Krangkeng-Kapetakan yang merupakan jalur utama Cirebon-Indramayu. Sebagian ruas jalan itu sejak April digunakan petani untuk menjemur hasil panen mereka. Tak Penuhi Syarat Dari penggilingan empat kuintal beras sebelumnya, Asni mengetahui rendemen gabahnya sekitar 60 persen. Padahal, pada panen sebelumnya bisa sampai 68 persen. Tingginya kadar air mengurangi rendemen gabah. Selain itu, panas yang kurang saat pengeringan gabah membuat kadar air gabah milik Asni tidak memenuhi syarat Bulog. "Saya tetap menjual gabah ke penggilingan, tetapi oleh pabrik tidak dimasukkan ke Bulog karena tidak memenuhi syarat," ungkap Asni. Untuk bisa diterima Bulog, GKG petani harus memenuhi syarat maksimal kadar air 14 persen dan kadar hampa atau kotoran 3 persen. Adapun untuk gabah kering panen (GKP) maksimal berkadar air 25 persen dan kadar hampa atau kotoran 10 persen. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon Ali Effendi membenarkan, kualitas panen di sejumlah wilayah turun dan rendemen anjlok akibat hujan. Wilayah itu antara lain Gegesik, Kapetakan dan Panguragan. Ada sekitar 6.000 hektar sawah yang hasil panennya kurang memuaskan akibat faktor cuaca, kata Ali. Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Cirebon Tasrip Abubakar mengatakan, petani berisiko rugi besar dengan menyimpan gabah basah dalam waktu lama. Petani banyak yang menjual gabah basah langsung ke pedagang. Kepala Bulog Subdivisi Regional Cirebon Opa Setiana mengatakan, pihaknya sudah menyerap 33.000 ton gabah dari 90.000 ton serapan gabah yang ditargetkan tahun ini. Serapan sudah 40 persen. " Pembelian gabah petani akan terus berlangsung sampai Ju li, karena masih banyak daerah di Cirebon yang panen," ujarnya. Cadangan beras di gudang Bulog Cirebon dari serapan tahun lalu sebanyak 24.000 ton. Dengan tambahan 33.000 ton, Opa memperkirakan stok untuk Cirebon akan cukup sampai September 2011.