Keberadaan Kampung Naga ini, berdasarkan sejarah yang dihimpun Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya, bermula pada masa kewalian Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dengan seorang abdinya bernama Singaparana yang ditugasi menyebarkan agama Islam.
Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.
Di tempat itu Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
Kemudian Sembah Dalem Singaparana ini sering disebut pula Eyang Singaparana atau kerap disebut pula Eyang Galunggung. Masyarakat Kampung Naga meyakini, Eyang Singaparana dimakamkan di sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada saat diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.
Namun kapan Eyang Singaparana meninggal, tidak diperoleh data yang pasti bahkan tidak seorang pun warga Kampung Naga yang mengetahuinya. Menurut kepercayaan yang mereka warisi secara turun temurun, nenek moyang masyarakat Kampung Naga ini tidak meninggal dunia melainkan raib tanpa meninggalkan jasad.
Dan di tempat itulah masyarakat Kampung Naga menganggapnya sebagai makam, dengan memberikan tanda atau petunjuk kepada keturunan Masyarakat Kampung Naga. (dedy herdiana)
Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.
Di tempat itu Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
Kemudian Sembah Dalem Singaparana ini sering disebut pula Eyang Singaparana atau kerap disebut pula Eyang Galunggung. Masyarakat Kampung Naga meyakini, Eyang Singaparana dimakamkan di sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada saat diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.
Namun kapan Eyang Singaparana meninggal, tidak diperoleh data yang pasti bahkan tidak seorang pun warga Kampung Naga yang mengetahuinya. Menurut kepercayaan yang mereka warisi secara turun temurun, nenek moyang masyarakat Kampung Naga ini tidak meninggal dunia melainkan raib tanpa meninggalkan jasad.
Dan di tempat itulah masyarakat Kampung Naga menganggapnya sebagai makam, dengan memberikan tanda atau petunjuk kepada keturunan Masyarakat Kampung Naga. (dedy herdiana)