Bandung - Dua Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Bandung, Remy Firmansyah (28) dan Rizki Sandy Fauzi (19), berhasil kabur dari Malaysia. Kakak adik ini menyimpan kisah di balik aksi kabur dari tempatnya bekerja itu. Bersama tujuh warga Indonesia lainnya, mereka bisa lolos diduga berkat bantuan sindikat berkedok penolong.
Menurut Remy, aksi kabur bersama rekan kerjanya di perusahaan pabrik kapal itu berjalan mulus melalui pria berinisial R asal Surabaya. Remy mendapat kabar kalau R itu sering membantu upaya kabur TKI yang bekerja di Malaysia.
"R itu kabarnya punya rumah di Malaysia. Melalui dia, kami semua ditolong hingga sampai ke Indonesia," ujar Remy saat ditemui di rumahnya, Senin (20/6/2011).
Ia mengisahkan, niat kabur dari tempatnya bekerja itu sudah direncanakan jauh hari. Remy dan adiknya bekerja di pabrik itu selama dua bulan. Di pabrik itu tidak hanya dihuni TKI, tetapi ada pekerja dari negara lain seperti Filipina.
Mereka berangkat ke Malaysia pada Maret 2011, setelah itu kabur dan tiba di Indonesia pada Juni lalu. Sejumlah TKI yang sudah lama bekerja di Malaysia, merekomendasikan kalau hendak kabur secara aman mesti lewat R.
"Pria berinisial R itu memang sudah terkenal. Bahkan, senior di tempat saya bekerja yang juga warga Indonesia, mengingatkan kalau kabur tanpa bantuan R, jangan harap berhasil," tutur Remy.
Suatu hari setelah mendapat gaji dari perusahaan, Remy dan Rizki bersama tujuh TKI lainnya berhasil kabur. Mereka berangkat dari mes perusahaan dengan cara mengelabui manajemen perusahaan dan petugas keamanan internal.
Agar tak dicuriga, setumpuk pakaian mereka tidak turut dibawa. Paspor pun tidak dikantongi karena dipegang pihak perusahaan. Mereka hanya membawa satu buah tas yang 'diselundupkan' lewat bantuan pekerja lainnya yang berasal dari Cirebon.
"Ada seorang pekerja membawa satu persatu tas kami. Kemudian kami janjian di sebuah pasar yang jaraknya satu kilometer dari pabrik. Sebelumnya kami sudah menghubungi R," ungkapnya.
Di pasar itu, R akhirnya datang. Dua kali balikan rombongan TKI yang kabur ini diantar ke sebuah terminal bus. R tampak tenang saat membantu upaya pertolongan mereka memulangkan ke Indonesia. Tidak hanya rombongan Remy dan kawan-kawan, rupanya di teminal itu sudah menanti puluhan TKI lainnya yang juga kabur dari tempat bekerja.
Mereka itu diantar hingga ke perbatasan dan menginap di Pontianak. Tentu saja, aksi kabur TKI itu tidak gratisan. Para TKI dipatok harga sesuai kesepakatan.
"Per orang itu mesti membayar 450 ringgit kepada R. Itu untuk biaya hingga sampai ke perbatasan," ujarnya.
Remy dan Rizki hanya berbekal uang gaji yang tersisa 350 ringgit. Untuk membayar kekurangan, keduanya meminjam uang kepada teman satu daerah yang juga bekerja di perusahaan sama yakni Deden. Rupanya, Deden yang ikut kabur itu sudah ditransfer uang oleh keluarganya.
"Di perbatasan itu, kami sempat bersitegang dengan petugas kepolisian dan tentara karena mengetahui rombongan kami tak dibekali paspor. Namun mengetahui kalau kami ini dibawa oleh R, akhirnya semua aman. R itu terkenal juga di perbatasan," terang Remy.
Singkat cerita, rombongan TKI yang kabur itu menginap semalam di sebuah penampungan di Pontianak. Selanjutnya, mereka dibawa ke pelabuhan dan berangkat menggunakan kapal menuju Tanjung Priok. Tarif naik kapal itu dibanderol Rp 300 ribu.
Remy merasa curiga kalau aksi kabur bersama TKI yang bekerja di Malaysia ini dimanfaatkan orang untuk meraup keuntungan. Kecurigaan itu muncul karena penolong bertugas tidak sepengetahuan KBRI di Malaysia, meski mereka TKI ilegal. Selain itu, penolong mengedepankan sisi komersil ketimbang misi memulangkan TKI.
"Saya jadi curiga, penolong yang wasih warga Indonesia itu membuat sindikat yang modusnya siap memulangkan TKI. Soalnya mereka begitu rapi saat mengatur pemulangan kami. Mulai penjemputan di Malaysia hingga pemulangan ke Indonesia berlangsung aman dan selamat, " papar Remy.
(bbn/tya)
sumber : bandung.detik.com
Apa itu Progressive Web Apps?
8 years ago