Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas
Orangnya tinggi, kurus, berkumis tipis, dan selalu memakai kopiah putih tandanya dia sudah pernah melaksanakan ibadah haji. Tidak sedikikit pun lagi terlihat bahwa dia pernah menjadi orang kaya.
Sarung dan baju koko yang dipakainya sangat sederhana. Padahal, beberapa tahun lalu dia dikenal sebagai saudagar kaya di Pasar Raya. Rumah besar, mobil bagus, hidup serbaada, apa yang ingin dimiliki segera bisa dibeli.
Tetapi roda berputar, kali ini giliran roda kehidupan Haji Jama'an sedang berada di bawah. Bisnis bangkrut, toko dan mobil sudah terjual. Rumah besar yang indah sudah berganti rumah kecil sederhana.
Semenjak bisnisnya jatuh, Haji Jama'an rajin shalat berjamaah di masjid tidak jauh dari rumahnya. Kadang sebelum waktu shalat, dia sudah di masjid, membaca Alquran, dan berzikir. Siraman rohani setiap habis shalat Subuh dan Maghrib selalu diikutinya.
Masjid adalah tempat pelariannya, sebuah pelarian yang positif. Tidak jarang sehabis pengajian, Haji Jama'an duduk bercengkerama dengan beberapa jamaah tentang berbagai peristiwa yang dialaminya, peristiwa yang sebenarnya menyedihkan, tapi justru sering dianggap sebagai kelucuan.
Suatu kesempatan Haji Jama'an bercerita tentang sepeda. "Tengah hari kemarin saya pergi ke toko sepeda. Ingin utang sebuah sepeda baru. Kepada pemilik toko saya ajukan syarat, saya akan membayarnya bila sudah ada uang, tapi dia tidak boleh menagihnya."
Haji Jama'an melanjutkan, "Pemilik toko malah memberikan sebagai hadiah atau sebenarnya lebih tepat disebut sedekah." Beberapa orang yang mendengar serempak membaca alhamdulillah, ikut merasakan betapa senangnya hati Haji Jama'an dapat hadiah sepeda.
Rupanya cerita tentang sepeda belum selesai. Haji Jama'an melanjutkan lagi. "Karena sudah dekat waktu Zhuhur, saya menuju masjid di tengah pasar. Sepeda saya parkir di halaman masjid. Selesai shalat, sepeda sudah tidak ada lagi di tempat semula. Hilang diambil maling .…"
Haji Jama'an ketawa, yang mendengar pun ikut ketawa. Begitulah cara Haji Jama'an menghibur diri. Rupanya Allah hanya mengizinkan dia memiliki sepeda sebentar saja.
Suatu hari Haji Jama'an pergi naik bus ke kota lain yang ditempuhnya 15 jam lebih. Dia ingin menagih piutang dari seorang pedagang di kota itu. Alhamdulillah, misinya sukses. Dia pulang membawa uang jutaan rupiah.
Tetapi karena perjalanan sangat melelahkan, apalagi untuk laki-laki seumurnya, Haji Jama'an jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Semua uang hasil tagihannya itu habis untuk membayar biaya rumah sakit.
Dia harus membatalkan semua rencana yang sudah dirancangnya dengan uang jutaan rupiah itu. Untunglah tadi dia dapat bantuan dari salah seorang sahabat yang datang berkunjung. Cukup untuk bekal hidup beberapa hari ke depan.
Tidak mudah memang menjadi miskin setelah pernah kaya, tetapi Haji Jama'an dapat melaluinya dengan tabah. Setelah sembuh dia semakin rajin ke masjid, shalat berjamaah, membaca Alquran, mendengar pengajian, dan persahabatan yang tulus dengan sesama jamaah masjid. Itulah rupanya rahasia ketabahan Haji Jama'an.
sumber : www.republika.co.id