-

Friday, June 24, 2011

Sejarah dan Perubahan-perubahan Mesjid Agung Bandung

Di pusat Kota Bandung, pada tahun 1812 Masjid Agung didirikan dengan bentuk bangunan panggung tradisional yang sederhana, bertiang kayu, berdinding anyaman bambu, beratap rumbia dan dilengkapi sebuah kolam besar sebagai tempat mengambil air wudhlu. Air kolam ini berfungsi juga sebagai sumber air untuk memadamkan kebakaran yang terjadi di daerah Alun-Alun Bandung pada tahun 1825.
 Penglolaan Masjid Agung pada masa itu secara instansional dikelola oleh Bupati dan operasionalnya dilimpahkan kepada orang yang menjabat sebagai Penghulu Bandung.
Sejak didirikannya, Masjid Agung telah mengalami 8 kali perombakan pada abad ke-19, kemudian 5 kali pada abad 50.
Tahun 1826 bangunan Masjid Agung secara berangsur-angsur diganti menjadi bangunan berkonstruksi kayu.

Tahun 1850, berangsur-angsur bangunan di kawasan alun-alun dirombak untuk meningkatkan kualitas bangunan. Bangunan Masjid Agung diganti dengan bangunan tembok batu bata dan atap genting atas prakarsa Bupati R. A. Wiranatakoesoemah IV atau dalem bintang (1846/1874). Masjid Agung sudah dilengkapi pagar tembok di sekeliling mesjid, setinggi kurang lebih 2 meter bermotif sisik ikan, yang merupakan ornamen khas Priangan. Beberapa waktu kemudian penampilan masjid berubah menjadi beratap tumpang susun tiga seperti bale nyungcung, berpintu gerbang dan berhalaman luas.
Tahun 1900 Masjid Agung dibuat lebih representative, lengkap dengan ciri khusus seperti tradisional pada umumnya, yaitu bentuk segi empat dan atap tumpang susun tiga, serta dilengkapi mihrab pawestern, bedug, kentongan, dan kolam, tetapi belum dilengkapi dengan menara.

Tahun 1930 berdasarkan rancangan arsitek Maclaine Port, Masjid Agung dilengkapi dengan serambi (pendopo) depan dan sepasang menara pendek beratap tumpang di kiri dan di kanan bangunan.
Pada masa kemerdekaan, Masjid Agung Bandung yang dijuga sering disebut kaum Bandung dipandang sebagai masjid yang paling cocok untuk dikatakan sebagai masjid ibukota Provinsi Jawa Barat, karena letaknya berada di pusat Kota Bandung yang menjadi ibukota provinsi.

Pada tahun 1955 Masjid Agung mengalami perombakan total . Perubahan drastis tampak pada atap. Atap tumpang susun tiga yang dipakai sejak tahun 1850 dirubah menjadi kubah model atap bawang bergaya timur tengah. Kedua menara pendek dibongkar, serambi diperluas, ruang kanan di kiri kanan mesjid (pawestern) dijadikan satu dengan bangunan induk.
Sebuah menara tunggal didirikan di halaman depan masjid sebelah selatan. Kemakmuran Masjid Agung Bandung tampak lebih menonjol ketika itu karena dari masjid ini tidak hanya terdengar suara alunan adzan, shalat, tapi juga gemuruhnya suara orang-orang yang menuntut ilmu.
Ceramah keagamaan dan kursus-kursus, bahkan lebih dari itu masjid juga dijadikan sebagai wadah untuk melayani masyarakat yang sedang menderita sakit lahir ataupun batin, dan masalah rumah tangga.
Gema dari Masjid Agung, ceramah agama dapat diikuti oleh masyarakat bukan hanya yang datang ke masjid tapi juga dapat disimak melalui pesawat ?Radio Megaria? pada gelombang 91,3 FM.
Atas inisiatif dari R. H. A. Satori Kepala Perwakilan Departemen Agama Provinsi Jawa Barat mulai dirintis perubahan dan perbaikan. Maka pada tahun 1965 direncanakan pembaharuan secara menyeluruh dan dibuatkan dalam bentuk miniatur (maket).
Setelah Solihin GP dilantik menjadi Gubernur Jawa Barat rencana tersebut lebih dimatangkan dan langsung beliau sendiri yang menyelesaikannya.
Berdasarkan hasil musyawarah dari semua unsur di Jawa Barat maka terbitlah SK Gubernur Jabar tanggal 1 Mei 1972 No. 116/XVII/dirut.Pem/SK/72 tentang pembangunan Masjid Agung Bandung dan pengangkatan personalia masjid.
Pada tanggal 3 April rencana itu baru dapat dimulai. Untuk tahap pertama pembuatan menara dan jembatan yang menghubungkan masjid dengan alun-alun. Setelah itu diadakan pembongkaran bangunan lama untuk segera dibangun masjid baru, dan hasil bongkarannya disalurkan/diwakafkan kepada masjid-masjid yang ada di Kota Bandung.
Masjid diperluas, bangunan dibuat berlantai dua, tempat pengambilan air wudhlu dipindahkan ke ruangan di bawah permukaan tanah (basement).
Lantai dasar dipakai sebagai tempat shalat pertama dan ruang kantor, sedangkan lantai dua difungsikan sebagai mezanin untuk tempat shalat yang berhubungan dengan serambi luar, yang dihubungkan dengan jembatan beton ke tepi alun-alun bagian barat.
Jembatan ini menambah ? rusak? tampilan masjid karena hampir sepenuhnya menutupi tampilan muka masjid yang tampilan kedua sisi masjid telah tertutupi bangunan.Menara lama dibongkar dan diganti dengan menara tunggal yang tinggi di tepi masjid di bagian selatan. Menara diberi ornamen selubung atau shading dari bahan logam. Atap kubah model bawang diganti dengan model atap joglo.
Perlu diketahui bahwa Ir. Soekarno pernah ikut andil dalam pembangunan Masjid Agung ini, bahkan beliau juga yang merencanakan untuk menjadikan Masjid Agung Bandung sebagai quwwatul islam atau pusat kekuatan islam yang besar dan agung, namun cita-cita itu gagal karena dihalang-halangi oleh koloni Belanda.
Tahun 1980-an, penampilan Masjid Agung sungguh memprihatinkan, di depan dinding muka masjid dibangun tembok tinggi yang diberi ornamen dari batu garnit, dan pintu gerbang besi. Dinding besi ini hampir menutupi sepenuhnya tampilan masjid dan memberikan kesan mengisolasi masjid sebagai ?tempat tertutup?, kurang menarik perhatian bagi masyarakat yang lewat di depannya, mungkin ini akibat invasi bangunan pertokoan dan restoran di kiri kanan masjid. Puncak menara diganti menjadi model kubah mirip bola dunia yang terbuat dari rangka besi.Rangka besi kubah menara dliliti rangkaian lampu-lampu kecil yang dinyalakan di waktu malam.
Proyek renovasi dan pembenahan ini diharapkan akan memancarkan nuansa baru Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat terutama dibangunnya menara kembar yang menjulang tinggi. Masing-masing 81 meter, yang semula direncanakan setinggi 99 meter. Hal ini mencerminkan nama-nama Allah SWT (Asmaul Hasna). Tetapi karena pertimbangan keamanan lalu lintas udara, maka tinggi menara kembar yang diizinkan hanya setinggi 81 meter. Namun menurut Ir. Garin Nugroho (site manager), ketinggian menara kembar ini tetap 99 meter jika dihitung dari pondasi setinggi 18 meter. Menara kembar tersebut selain berfungsi untuk kepentingan spiritual, juga akan dimanfaatkan untuk kepentingan komersial telekomunikasi, dan obyek wisata. Atap tradisional masjid diganti dengan bentuk kubah, sehingga kesan bangunan masjid akan lebih mudah dikenali. Luas tanah keseluruhan adalah 23.448 m², dan luas bangunan keseluruhan adalah 8.575 m². Kapasitas jamaah masjid lama adalah 7.836 jamaah. Kapasitas masjid baru 4.576 jamaah. Sehingga kapasitas seluruhnya mencapai 12.412 jamaah

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment