BERANGKAT dari novel, sebuah cerita yang begitu indah dan penuh kehangatan dituangkan dengan apik menjadi tontonan keluarga yang menyejukkan. Dengan menyuguhkan judul yang sama, Hafalan Sholat Delisa film tersebut juga sama-sama mengambil setting peristiwa tsunami Aceh pada 26 Desember 2004.
Kisah ini menceritakan kehidupan Delisa (Chantiq Schagerl), gadis kecil kebanyakan yang periang, tinggal di Lhok Nga desa kecil di pantai Aceh, mempunyai hidup yang indah. Ia anak bungsu dari keluarga Abi Usman (Reza Rahadian). Ayahnya bertugas di sebuah kapal tanker perusahaan minyak internasional.
Delisa sangat dekat dengan ibunya yang dia panggil Ummi (Nirina Zubir), serta ketiga kakaknya, yaitu Fatimah (Ghina Salsabila), dan si kembar Aisyah (Reska Tania Apriadi) dan Zahra (Riska Tania Apriadi). Pada 26 Desember 2004, Delisa bersama sang ibu sedang bersiap menuju ujian praktik salat ketika tiba-tiba terjadi gempa. Gempa yang cukup membuat ibu dan kakak-kakak Delisa ketakutan.
Tiba-tiba tsunami menghantam, menggulung desa kecil mereka, menggulung sekolah mereka, dan menggulung tubuh kecil Delisa serta ratusan ribu lainnya di Aceh serta berbagai pelosok pantai di Asia Tenggara. Delisa berhasil diselamatkan prajurit Smith, setelah berhari-hari pingsan di bukit cadas.
Sayangnya luka parah membuat kaki kanan Delisa harus diamputasi. Penderitaan Delisa menarik iba banyak orang. Prajurit Smith sempat ingin mengadopsi Delisa bila dia sebatang kara, tapi Abi Usman berhasil menemukan Delisa.
Delisa bahagia berkumpul lagi dengan ayahnya, walaupun sedih mendengar kabar ketiga kakaknya telah pergi ke surga dan ibunya belum ketahuan ada di mana. Namun Delisa bangkit, di tengah rasa sedih akibat kehilangan, di tengah rasa putus asa yang mendera Abi Usman dan juga orang-orang Aceh lainnya. Delisa telah menjadi malaikat kecil yang membagikan tawa di setiap kehadirannya.
Walaupun terasa berat, Delisa telah mengajarkan bagaimana kesedihan bisa menjadi kekuatan untuk tetap bertahan. Walau air mata rasanya tak ingin berhenti mengalir, tapi Delisa mencoba memahami apa itu ikhlas, mengerjakan sesuatu tanpa mengharap balasan.
Cukup lama
Dikatakan Sony Gaokasak yang tidak lain sutradara Hafalan Sholat Delisa, film dengan kekuatan besar membutuhkan proses produksi dengan persiapan yang cukup lama, lebih dari dua tahun. Termasuk film garapannya ini. Dimulai dari pencarian lokasi dan perencanaan desain produksi, dilanjutkan dengan pencarian pemeran tokoh-tokohnya.
"Dalam usaha pencapaian mood visualisasi dibutuhkan penciptaan ruang dengan pilihan lokasi yang mampu mewakili tuntutan imajinasi cerita. Komposisi lokasi 80% outdoor dan 20% indoor serta 3 fase besar yang menjadi latar film," papar Sony kepada wartawan saat ditemui di Radio Ardan Bandung Sabtu (24/12).
Dijelaskannya, ketiga fase tersebut yaitu fase keindahan sebelum datangnya tsunami, fase kehancuran yang menghanyutkan saat datang tsunami, serta fase yang menguatkan saat Delisa dan orang-orang di sekitarnya kembali mendapatkan kekuatan cinta. "Semoga karya ini mampu menginspirasi seluruh masyarakat," ujarnya.
Tidak hanya sang sutradara yang betul-betul jatuh cinta pada film Hafalan Sholat Delisa, para pemain film tersebut pun merasakan hal yang sama. Salah satunya Nirina Zubir yang berperan sebagai Ummi Salamah. Menurutnya dari sekian peran yang pernah ia bawakan untuk beberapa film layar lebar, film inilah yang bisa dikategorikan tidak mudah.
"Film ini benar-benar beda, di sini saya main sebagai ibu 4 anak padahal saya ini ibu satu anak. Di samping itu peran ibu di film Hafalan Sholat Delisa ini adalah sosok ibu yang begitu sabar, saleh, dan penyayang. At least banyak yang bisa saya petik di sini sebagai bekal seorang ibu," katanya saat ditemui di tempat yang sama.
Sementara Chantiq yang memerankan Delisa mengatakan, dirinya cukup senang bisa bermain film bersama aktor dan aktris senior. "Wah seneng banget bisa main film ini, enggak bisa aku katakan dengan kata-kata. Jadi jangan lupa nonton. Dan buat anak-anak, banyak pesan moral yang disampaikan film ini," ujarnya. (tri widiyantie/"GM")**
Galamedia
Senin, 26 Desember 2011