BANDUNG, (PRLM).- Tenaga kesehatan diharapkan tidak menganggap pecandu narkotika yang melakukan wajib lapor sebagai target operasi, namun menganggap mereka sebagai pasien yang datang untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan. Dengan demikian, kerahasiaan mereka wajib dilindungi, kecuali jika mereka melakukan pelanggaran hukum atau melawan hukum.
Demikian dikatakan Kepala Subdit Penanggulangan dan Pencegahan Napza, Rokok, Alkohol Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, Dra. Riza Saraswita, MSc., pada pertemuan koordinasi layanan methadon dikaitkan dengan institusi penerima wajib lapor di Gedung RS Pendidikan dr. Hasan Sadikin Bandung, Kamis (22/12). "Kerahasiaan mereka secara etis wajib dibuka jika ada pelanggaran hukum, melawan hukum, menelantarkan anak di bawah umur, ada tanda-tanda nyata ke arah bunuh diri atau melukai orang lain," katanya.
Menurut Riza, kerahasiaan mereka wajib dibuka kepada pihak ketiga, seperti keluarga, orang-orang yang peduli terhadap mereka atau petugas hukum. Selama tidak ada persoalan, pecandu narkotika yang melakukan wajib lapor wajib dilindungi kerahasiaannya. "Petugas kesehatan diharapkan menyediakan waktu untuk pecandu narkotika yang akan melakukan wajib lapor minimal setengah jam," ungkapnya.
Proses wajib lapor juga tambah Riva bukan sekedar datang dan melaporkan diri, tetapi ada beberapa tahapan yang harus dijalani dan diawali asesmen. Setelah itu dilanjutkan penyusunan rencana terapi, dan kemampuan untuk terapi rehabilitasi. "Proses asesmen ini sangat komprehensif. Ada tujuh domain yang dianalisa," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jabar, Sri Sudartini, MPS., mengatakan di Jabar ada 11 sarana pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang ditunjuk sebagai institusi penerima wajib lapor sesuai keputusan Kemenkes. Sarana kesehatan itu adalah RSHS, RSUD Tasikmalaya, RSUD Syamsudin Sukabumin RSJD Propinsi Jabar, RS Marzoeki Mahdi, RSUD Kota Bekasi, RSUD Gunung Jati Cirebon. "Selain itu, Puskesmas Sukmajaya Depok, Puskesmas Bogor Timur, Puskesmas Salam Bandung dan Unitra BNN Lido Sukabumi," katanya. (A-62/A-88)***
sumber : www.pikiran-rakyat.com
Demikian dikatakan Kepala Subdit Penanggulangan dan Pencegahan Napza, Rokok, Alkohol Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, Dra. Riza Saraswita, MSc., pada pertemuan koordinasi layanan methadon dikaitkan dengan institusi penerima wajib lapor di Gedung RS Pendidikan dr. Hasan Sadikin Bandung, Kamis (22/12). "Kerahasiaan mereka secara etis wajib dibuka jika ada pelanggaran hukum, melawan hukum, menelantarkan anak di bawah umur, ada tanda-tanda nyata ke arah bunuh diri atau melukai orang lain," katanya.
Menurut Riza, kerahasiaan mereka wajib dibuka kepada pihak ketiga, seperti keluarga, orang-orang yang peduli terhadap mereka atau petugas hukum. Selama tidak ada persoalan, pecandu narkotika yang melakukan wajib lapor wajib dilindungi kerahasiaannya. "Petugas kesehatan diharapkan menyediakan waktu untuk pecandu narkotika yang akan melakukan wajib lapor minimal setengah jam," ungkapnya.
Proses wajib lapor juga tambah Riva bukan sekedar datang dan melaporkan diri, tetapi ada beberapa tahapan yang harus dijalani dan diawali asesmen. Setelah itu dilanjutkan penyusunan rencana terapi, dan kemampuan untuk terapi rehabilitasi. "Proses asesmen ini sangat komprehensif. Ada tujuh domain yang dianalisa," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jabar, Sri Sudartini, MPS., mengatakan di Jabar ada 11 sarana pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang ditunjuk sebagai institusi penerima wajib lapor sesuai keputusan Kemenkes. Sarana kesehatan itu adalah RSHS, RSUD Tasikmalaya, RSUD Syamsudin Sukabumin RSJD Propinsi Jabar, RS Marzoeki Mahdi, RSUD Kota Bekasi, RSUD Gunung Jati Cirebon. "Selain itu, Puskesmas Sukmajaya Depok, Puskesmas Bogor Timur, Puskesmas Salam Bandung dan Unitra BNN Lido Sukabumi," katanya. (A-62/A-88)***
sumber : www.pikiran-rakyat.com