DUNIA perwayangan kembali kehilangan seorang perajin terkemuka. Setelah Mang Iin berpulang, kini Endin Suhandi meninggalkan karya dan keluarganya untuk selama-lamanya.
Mang Endin --begitu ia dipanggil oleh kawan-kawannya-- meninggal pukul 05.00 WIB, Rabu (28/12) saat tengah jalan pagi menemani cucunya di sekitar rumahnya, Gg. Curug Canglung Dalam, Mohamad Toha, Bandung.
"Ia tiba-tiba jatuh, lalu pingsan sebelum kemudian meninggal," ujar Titi, salah seorang anaknya.
Mang Endin tinggal di sebuah rumah berukuran 6 x 8 meter. Sebuah rumah yang amat sederhana di pinggir pintu Tol Muhammad Toha. Di situlah ia biasa membuat wayang. Hasilnya untuk menafkahi istrinya, Pipih Sopiah dan keenam anaknya.
Pria kelahiran Bandung, 5 Juni 1941 ini merupakan salah seorang seniman pembuat wayang yang sangat kreatif, terbuka, dan mau menerima perubahan. Karya-karyanya sangat istimewa sehingga banyak digunakan para dalang di Jawa Barat. Bahkan belakangan Mang Endin di-booking Asep Sunandar Sunarya dari Giri Harja III.
Menurut salah seorang dalang dan ahli wayang, Wa Kabul E.S., wayang hasil karya Mang Endin sangat istimewa, terutama untuk jenis buta seperti Rahwana dan Dursasana. Di tangan Mang Endin wayang-wayang tersebut seperti hidup dan berkarakter.
"Mang Endin memang jagonya membuat wayang Raja-raja Beureum dan buta. Wajahnya betul-betul menakutkan. Ini yang tidak dimiliki pembuat wayang lainnya," jelas Wa Kabul.
Dikatakannya pula, pembuat wayang memang bukan hanya Mang Endin, masih banyak pembuat wayang lainnya dari kalangan generasi muda. Tetapi yang harus dicatat, wayang buatan Mang Endin nyari, seperti hidup dan proporsional. Sehingga dengan meninggalnya Mang Endin, dalang-dalang di Jawa Barat sangat kehilangan tokoh pembuat wayang terbaik.
"Para pembuat wayang memang banyak jumlahnya, lebih muda dan mungkin lebih pintar. Tetapi Mang Endin itu pencipta bentuk, sedangkan yang lain hanya meniru. Mang Endin seorang inspirator, layak disebut maestro. Mudah-mudahan ada penghargaan dari masyarakat dan pemerintah atas karya-karyanya ini," ungkap Wa Kabul.
Sementara itu, seorang dalang muda, Opik, menilai karya Mang Endin bukan sebuah produk massal. (nana sukmana/"GM")**