Suatu waktu kawan baik saya menanyakan hal ikhwal tentang definisi sastra berikut berbagai sejarah terbentuknya sastra, juga kaitannya dengan seni. Mungkin bagi yang sudah memahami sastra dan sudah banyak terlibat dalam bidang kesusasteraan, pertanyaan ini adalah pertanyaan yang tidak membikin otak berputar, tapi bagi saya, ini adalah pertanyaan besar dan membutuhkan analisa yang panjang disertai dengan argumentasi yang bersifat ilmiah. Saya pikir pertanyaan semacam ini sangat tidak layak ditanyakan kepada saya, selain pengetahuan saya yang masih terbatas, juga pengalaman yang saya miliki belum begitu banyak. Namun pada akhirnya, saya pun harus mencoba untuk menjawab atau lebih tepatnya berbagi pengalaman saya yang tidak banyak ini dengan kawan baik saya itu.
Manusia diciptakan oleh Yang Maha Lembut dalam bentuk yang sempurna, sempurna disini bukan dalam artian fisik atau kecerdasan intelektualitas, apalagi ketampanan dan kepopuleran. Tapi sempurna secara jiwa, ya karena jiwa adalah pancaran sekaligus mewakili bentuk sebenarnya dari setiap insan. Dari itu semua manusia dibekali oleh Sang Pencipta dengan Iman, Akal, dan Budi. Dengan seperangkat pemberian Tuhan yang melekat pada setiap hewan yang berakal ini, akhirnya manusia bisa berkembang, bisa berbudaya, dan juga yang penting adalah bisa lebih manusiawi.
Seseorang boleh mengatakan ‘saya tahu banyak’, tapi jangan sekali-kali mengatakan ‘saya tahu semuanya’. Kenapa ? Seseorang yang mengatakan ‘saya tahu banyak’ adalah hal yang wajar dan manusiawi karena dengan akal yang telah diberikan oleh Yang Maha Penyayang, maka sangat memungkinkan bagi manusia untuk dapat memiliki pengetahuan yang banyak, asalkan tentunya ada usaha untuk menggapainya, yaitu dengan belajar. Namun, bagi seseorang yang berani mengatakan saya ‘tahu semuanya’ maka adalah sebuah ketidakwajaran dan sebuah keniscayaan. Orang yang berani mengatakan ‘saya tahu semuanya’ adalah sama dengan mengatakan bahwa diluar pendapat atau pemikirannya adalah salah, alias hanya pendapat dan pemikirannya saja yang benar, atau dengan bahasa yang sederhana disebut dengan sombong. Dan sifat sombong inilah yang melatarbelakangi kedengkian Iblis kepada Ayah kita semua, sehingga menyebabkan terusirnya manusia pertama dari surga.
Saya meyakini bahwa manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk ruh dan badan layaknya manusia sekarang adalah Nabi Adam As, lalu kemudian baru Ibu Hawa. Turunnya Adam dan Hawa ke bumi tidak serta merta menghentikan kedengkian Iblis terhadap manusia, namun itu adalah awal dari sejarah pertentangan antara kebaikan dan kejahatan. Dalam pengembaraannya di tanah baru, Adam dan Hawa memanjatkan do’a dan memohon ampunan akan kekhilafan yang telah dilakukan sewaktu di surga. Lalu Adam dan Hawa-pun berdo’a, yang oleh Allah SWT diabadikan dalam Al-Qur’anul Karim “Robbana Dholamna Anfusana Wailam Taghfirlana Watarhamna Lanakunanna Minal Khosirin”. Dari do’a yang dipanjatkan oleh pasangan suami-isteri pertama di dunia ini, terbersit sebuah pelajaran besar tentang kata-kata indah yang tulus diungkapkan dari hati yang terdalam akan sebuah pengakuan kesalahan. Hal inilah pula yang menyebabkan manusia dijuluki tempatnya salah dan lupa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sastra adalah seni mencipta suatu karya tulis yang indah bahasanya. Dalam perkembangannya sastra tidak hanya dibatasi pada karya tulis semata, namun juga meliputi bentuk lisan. Sastra berkembang sejak zaman Nabi Adam, saya meyakini bahwa tradisi literasi telah ada sejak awal manusia diciptakan. Do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Adam As beserta Siti Hawa adalah berisi rangkaian kata-kata indah yang begitu agung kandungan bahasanya. Merujuk kepada pengertian sastra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) maka saya dengan tanpa ragu meyakini bahwa do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Adam As beserta Siti Hawa adalah merupakan karya sastra, dengan demikian berarti itulah karya sastra pertama yang diciptakan oleh manusia di muka bumi ini. Dan sejak saat itulah dimulailah era literasi hingga sekarang ini.
Seringkali kita membagi periodisasi kesejarahan kedalam dua bagian, yaitu zaman pra-sejarah dan zaman sejarah. Zaman pra-sejarah dikatakan sebagai zaman ketika manusia belum mengenal tulisan (pra-literasi), sedangkan yang dimaksud dengan zaman sejarah adalah zaman ketika manusia telah mengenal tulisan dan peradaban (literasi). Tapi bagi saya, amat mustahil jika orang yang telah dapat menciptakan karya sastra dalam bentuk do’a, era-nya dikatakan zaman pra-sejarah. Mungkin saya terlalu naif, tapi saya meyakini bahwa hanya ada zaman sejarah dalam peradaban manusia. Dan kesejarahan sastra adalah telah bermula sejak zaman Nabi Adam As.
Logika, Etika, dan Estetika adalah rangkaian kata yang telah sering kita dengar sehari-hari dalam kehidupan akademik. Sastra sesuai dengan definisi dan kaidahnya adalah termasuk kedalam bagian estetika (keindahan), hal ini sama seperti halnya seni. Sastra dan Seni adalah dua hal yang berbeda, tapi keduanya tidak dapat dipisahkan.
Demikianlah, catatan tentang sastra (1). Semoga dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi termasuk juga perkembangan pesat jejaring sosial seperti situs facebook ini akan dapat meningkatkan kemampuan literasi kita masing-masing. Dengan kemampuan literasi yang makin bertambah maka akan lebih meningkatkan pengabdian dan keimanan, ketakwaan kita kepada Sang Kholik, sehingga kita tidak menjadi khosyirin (orang yang merugi). Salam Sastra…..
Lembah RUHR, NATO, Mei 2010.
ASEP HARIS MUFADILLAH
Manusia diciptakan oleh Yang Maha Lembut dalam bentuk yang sempurna, sempurna disini bukan dalam artian fisik atau kecerdasan intelektualitas, apalagi ketampanan dan kepopuleran. Tapi sempurna secara jiwa, ya karena jiwa adalah pancaran sekaligus mewakili bentuk sebenarnya dari setiap insan. Dari itu semua manusia dibekali oleh Sang Pencipta dengan Iman, Akal, dan Budi. Dengan seperangkat pemberian Tuhan yang melekat pada setiap hewan yang berakal ini, akhirnya manusia bisa berkembang, bisa berbudaya, dan juga yang penting adalah bisa lebih manusiawi.
Seseorang boleh mengatakan ‘saya tahu banyak’, tapi jangan sekali-kali mengatakan ‘saya tahu semuanya’. Kenapa ? Seseorang yang mengatakan ‘saya tahu banyak’ adalah hal yang wajar dan manusiawi karena dengan akal yang telah diberikan oleh Yang Maha Penyayang, maka sangat memungkinkan bagi manusia untuk dapat memiliki pengetahuan yang banyak, asalkan tentunya ada usaha untuk menggapainya, yaitu dengan belajar. Namun, bagi seseorang yang berani mengatakan saya ‘tahu semuanya’ maka adalah sebuah ketidakwajaran dan sebuah keniscayaan. Orang yang berani mengatakan ‘saya tahu semuanya’ adalah sama dengan mengatakan bahwa diluar pendapat atau pemikirannya adalah salah, alias hanya pendapat dan pemikirannya saja yang benar, atau dengan bahasa yang sederhana disebut dengan sombong. Dan sifat sombong inilah yang melatarbelakangi kedengkian Iblis kepada Ayah kita semua, sehingga menyebabkan terusirnya manusia pertama dari surga.
Saya meyakini bahwa manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk ruh dan badan layaknya manusia sekarang adalah Nabi Adam As, lalu kemudian baru Ibu Hawa. Turunnya Adam dan Hawa ke bumi tidak serta merta menghentikan kedengkian Iblis terhadap manusia, namun itu adalah awal dari sejarah pertentangan antara kebaikan dan kejahatan. Dalam pengembaraannya di tanah baru, Adam dan Hawa memanjatkan do’a dan memohon ampunan akan kekhilafan yang telah dilakukan sewaktu di surga. Lalu Adam dan Hawa-pun berdo’a, yang oleh Allah SWT diabadikan dalam Al-Qur’anul Karim “Robbana Dholamna Anfusana Wailam Taghfirlana Watarhamna Lanakunanna Minal Khosirin”. Dari do’a yang dipanjatkan oleh pasangan suami-isteri pertama di dunia ini, terbersit sebuah pelajaran besar tentang kata-kata indah yang tulus diungkapkan dari hati yang terdalam akan sebuah pengakuan kesalahan. Hal inilah pula yang menyebabkan manusia dijuluki tempatnya salah dan lupa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sastra adalah seni mencipta suatu karya tulis yang indah bahasanya. Dalam perkembangannya sastra tidak hanya dibatasi pada karya tulis semata, namun juga meliputi bentuk lisan. Sastra berkembang sejak zaman Nabi Adam, saya meyakini bahwa tradisi literasi telah ada sejak awal manusia diciptakan. Do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Adam As beserta Siti Hawa adalah berisi rangkaian kata-kata indah yang begitu agung kandungan bahasanya. Merujuk kepada pengertian sastra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) maka saya dengan tanpa ragu meyakini bahwa do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Adam As beserta Siti Hawa adalah merupakan karya sastra, dengan demikian berarti itulah karya sastra pertama yang diciptakan oleh manusia di muka bumi ini. Dan sejak saat itulah dimulailah era literasi hingga sekarang ini.
Seringkali kita membagi periodisasi kesejarahan kedalam dua bagian, yaitu zaman pra-sejarah dan zaman sejarah. Zaman pra-sejarah dikatakan sebagai zaman ketika manusia belum mengenal tulisan (pra-literasi), sedangkan yang dimaksud dengan zaman sejarah adalah zaman ketika manusia telah mengenal tulisan dan peradaban (literasi). Tapi bagi saya, amat mustahil jika orang yang telah dapat menciptakan karya sastra dalam bentuk do’a, era-nya dikatakan zaman pra-sejarah. Mungkin saya terlalu naif, tapi saya meyakini bahwa hanya ada zaman sejarah dalam peradaban manusia. Dan kesejarahan sastra adalah telah bermula sejak zaman Nabi Adam As.
Logika, Etika, dan Estetika adalah rangkaian kata yang telah sering kita dengar sehari-hari dalam kehidupan akademik. Sastra sesuai dengan definisi dan kaidahnya adalah termasuk kedalam bagian estetika (keindahan), hal ini sama seperti halnya seni. Sastra dan Seni adalah dua hal yang berbeda, tapi keduanya tidak dapat dipisahkan.
Demikianlah, catatan tentang sastra (1). Semoga dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi termasuk juga perkembangan pesat jejaring sosial seperti situs facebook ini akan dapat meningkatkan kemampuan literasi kita masing-masing. Dengan kemampuan literasi yang makin bertambah maka akan lebih meningkatkan pengabdian dan keimanan, ketakwaan kita kepada Sang Kholik, sehingga kita tidak menjadi khosyirin (orang yang merugi). Salam Sastra…..
Lembah RUHR, NATO, Mei 2010.
ASEP HARIS MUFADILLAH