Ilustrasi SURABAYA, KOMPAS - Sebanyak 15 pekerja seks komersial (PSK) penghuni Lokalisasi Bangunsari, Kota Surabaya, Jawa Timur, meminta dipulangkan ke kampung halamannya masing-masing untuk menjalani kehidupan baru. Permintaan itu bermula saat pimpinan dan anggota Komisi E DPRD Jatim mendatangi kompleks lokalisasi di Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya, Jumat (15/4/2011) sore. Saat itu rombongan Komisi E bersama Kepala Dinas Sosial Jatim, Musthofa Kamal Basya, melepas kepulangan empat mantan PSK, yakni SS (62), SA (62), Sum (73), dan Mar (64). SS pulang ke Solo, Jawa Tengah, setelah utang-utangnya sebesar Rp 400 ribu dilunasi Ketua Komisi E, Iskandar. Demikian juga dengan SA yang pulang ke Malang, sedangkan Sum dan Mar kembali ke Krian dan Tulangan, Sidoarjo, setelah utangnya lunas atas bantuan Komisi E. Saat pelepasan di Balai RW Dupak, keempat mantan PSK itu, masing-masing mendapatkan uang sebesar Rp 3 juta untuk bantuan permodalan. "Ini uang dari kami tolong diterima untuk buka usaha di kampung nanti. Tapi, ibu-ibu janji, tidak akan kembali lagi ke sini," kata Iskandar dijawab anggukan empat perempuan yang sudah puluhan tahun bekerja di lokalisasi itu. Setelah memberikan bantuan itu, Iskandar dan Musthofa secara bergantian memberikan wejangan kepada puluhan PSK di Balai RW itu. "Siapa lagi, kira-kira yang mau pulang. Biar didata saat ini juga," kata Iskandar didampingi para anggota Komisi E lainnya. Seorang perempuan berusia 36 tahun mengangkat tangannya. "Saya mau pulang, Pak. Saya ingin kerja di kampung," kata perempuan berinisial Wa itu. Kepada anggota Komisi E dan pejabat Dinsos Jatim serta tokoh masyarakat di Kelurahan Dupak itu, dia menyatakan keinginannya itu sudah bulat. "Saya mau beternak bebek dan ayam di kampung," kata perempuan asal Desa Wonorejo, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, yang sudah 10 tahun bekerja sebagai pemuas birahi para lelaki hidung belang itu. Setelah petugas Kecamatan Krembangan dan Dinsos Jatim mencatat nama Wa, sebanyak 14 PSK lainnya juga berebut mengajukan diri untuk pulang ke kampung halamannya. Di antara ke-14 PSK itu terdapat, Sum (24), satu-satunya PSK termuda yang mengikuti acara di Balai RW itu. "Saya mau pulang ke Probolinggo membantu orang tua," kata perempuan yang mengenakan pakaian terusan warna putih dan berkerudung biru muda itu. Iskandar pun mengeluarkan dompetnya diikuti sejumlah anggota Komisi E. Uang para anggota DPRD itu kemudian dikumpulkan oleh petugas kecamatan untuk dihitung. Namun, karena belum memungkinkan pemulangan pada saat itu juga, Musthofa kemudian meminta para PSK itu membuat surat pernyataan. "Buat surat pernyataan tidak akan kembali lagi ke sini. Senin (18/4/2011) depan kami tunggu, selanjutnya kami proses kepulangannya," katanya. Gatot selaku koordinator PSK menyanggupi permintaan tersebut. Namun, sebelumnya dia meminta para PSK itu tidak kembali lagi ke Lokalisasi Bangunsari. "Ini pulang sungguhan. Awas, kalau sampai kembali lagi ke sini," kata Gatot kepada para PSK yang mengajukan diri untuk pulang kampung itu. Kepada anggota Komisi E dan pejabat Dinsos Jatim pun dia menyatakan bertanggung jawab atas kepulangan mereka. "Kalau sampai mereka ada yang kembali ke sini lagi, akan saya laporkan kepada Bapak-Bapak ini," katanya. Sementara itu, tokoh agama di Bangunsasi, Ustaz H Khoiron Syu’aib, menyambut positif keinginan para PSK itu. "Insya Allah semakin hari semakin banyak yang pulang kampung. Pada awal 1970-an, jumlah PSK di sini mencapai 3.000-an dengan 400 mucikari, sedangkan saat ini tinggal 210 PSK dan 71 mucikari," katanya.